Share This Article
Meskipun program vaksinasi COVID-19 telah mulai dilakukan di berbagai daerah. Kondisi ini bukan berarti para ilmuwan berhenti meneliti setiap aspek yang berkaitan dengan perkembangan virus tersebut. Beberapa waktu lalu misalnya, ditemukan fakta bahwa hormon progesteron yang dimiliki wanita, dapat menyelamatkan pria dari kematian akibat virus COVID-19.
Baca juga: Apakah Memakai Masker di Dalam Rumah Efektif Cegah COVID-19?
Kaum pria dalam pandemi COVID-19
Dilansir dari Covid19.go.id, pria merupakan golongan yang terdampak cukup banyak selama pandemi COVID-19 ini.
Pada April 2020 disebutkan dari jumlah kasus terkonfirmasi positif sebanyak 9.771 orang, sebanyak 59 persen di antaranya terdiri dari pria.
Fakta tersebut menunjukkan pentingnya mencari faktor-faktor yang dapat mendukung percepatan kesembuhan pasien COVID-19, dalam hal ini khususnya bagi pria.
Hormon progesteron: upaya menyelamatkan pria dari kematian akibat Corona
Dilansir dari Timesofindia, studi di rumah sakit Cedars-Sinai, Amerika Serikat, menggunakan hormon progesteron untuk mengobati pasien pria yang fungsi paru-parunya terganggu oleh virus corona.
Menurut Sara Ghandehari, MD, peneliti utama uji coba ini, studi tersebut dipicu oleh berbagai laporan. Salah satunya, pria berisiko lebih tinggi terhadap kematian dan penyakit parah akibat COVID-19 daripada wanita.
“Sebagai dokter ICU, saya dikejutkan oleh perbedaan jenis kelamin di antara pasien COVID-19 yang sangat sakit, tetap di rumah sakit dan membutuhkan ventilator,”
Sara Ghandehari, MD seperti dilansir di Science Daily
Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa wanita pramenopause, yang umumnya memiliki kadar progesteron lebih tinggi. Wanita dengan kondisi tersebut jika terkena penyakit COVID-19 lebih ringan daripada wanita pascamenopause.
Hal ini semakin menguatkan hipotesis bahwa peran hormon progesteron tersebut terhadap efek kesembuhan dari infeksi corona cukup signifikan.
Efek perlindungan dari hormon perempuan
Studi praklinis di tempat lain menunjukkan bahwa progesteron memiliki sifat anti-inflamasi tertentu. Hormon ini pada dasarnya dihasilkan secara alami baik oleh tubuh pria maupun wanita.
Namun, wanita memproduksinya dalam jumlah yang lebih banyak, selama tahun-tahun reproduksi mereka.
Ini menjadi dasar hipotesis bahwa perbedaan gender dalam hal ini terkait akibat terkena COVID-19, sebagian mungkin disebabkan oleh efek perlindungan dari hormon tersebut.
Bagaimana studi dilakukan
Uji klinis ini dilakukan dari April hingga Agustus 2020 dan melibatkan 40 pasien pria yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 sedang hingga parah. Secara acak mereka dibagi ke dalam dua kelompok.
Kelompok satu adalah kelompok sampel kontrol yang ditawari perawatan medis standar pada saat infeksi. Kelompok lain diberi suntikan progesteron 100 miligram tambahan dua kali setiap hari, selama lima hari saat mereka dirawat di rumah sakit.
Kedua kelompok tersebut kemudian diobservasi hingga mereka layak untuk keluar dari fasilitas medis.
Pada hari ketujuh, setiap pasien diberikan ranking dengan skala dari 7 yang berarti “tidak dirawat di rumah sakit, tidak ada batasan aktivitas”, sampai 1 yang artinya “kematian”.
Hasil penelitian
Studi ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kelompok kontrol, pasien dalam kelompok yang diobati dengan progesteron mencetak skor rata-rata 1,5 poin lebih tinggi pada skala tujuh poin standar status klinis yang telah disebutkan di atas.
Secara keseluruhan, meski tidak signifikan tapi kelompok kedua juga memiliki hari rawat inap yang lebih sedikit dan kebutuhan oksigen tambahan dan ventilasi mekanis yang lebih rendah.
Tidak ada efek samping yang serius, termasuk kejadian yang mengancam jiwa, yang disebabkan oleh pemberian progesteron. Tercatat ada satu kematian di setiap kelompok, dan tidak ada yang disebabkan oleh progesteron.
Baca juga: COVID-19 Munculkan Varian Baru, Efektifkah Vaksin saat Ini?
Kesimpulan riset
Dilansir dari Sciencedaily, temuan ini menunjukkan bahwa progesteron mungkin berguna dalam meredam respons imun yang terkadang fatal, yang dikenal sebagai “badai sitokin”.
Ini adalah respons tubuh yang dapat memperburuk kerusakan paru-paru dan menyerang organ lain pada pasien COVID-19.
Meskipun temuan ini mendorong penggunaan progesteron untuk mengobati pria dengan COVID-19, penelitian tersebut memiliki keterbatasan, terutama dari segi jumlah objek penelitian.
Diperlukan studi lebih lanjut dalam skala besar, yang mencakup populasi lebih heterogen untuk mengkonfirmasi temuan tersebut. Ini termasuk melibatkan wanita pascamenopause untuk mengetahui kemanjuran hasil penelitian ini.
Konsultasi lengkap seputar COVID-19 di Klinik Lawan COVID-19 dengan mitra dokter kami. Yuk, klik link ini untuk download aplikasi Good Doctor!