Share This Article
Bagi kamu penderita tukak lambung, pasti tidak asing dengan obat ranitidine. Obat ini memang sudah beredar lama dan sangat efektif. Tapi sempat, beredar kabar bahwa ranitidine ditarik BPOM karena obat bisa memicu kanker.
Tentu kabar tersebut meresahkan banyak orang, terutama jika kamu yang secara teratur menggunakan obat ini. Lantas, benarkah ranitidine dapat memicu kanker? Yuk, simak penjelasan di bawah ini!
Apa itu obat ranitidine
Ranitidine adalah obat yang digunakan untuk mengobati tukak lambung dan tukak usus. Tidak hanya itu, obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati masalah lambung dan tenggorokan seperti esophagitis erosif, GERD, sindrom Zollinger-Ellison.
Obat ranitidine bekerja dengan mengurangi jumlah asam yang dihasilkan perut. Dan dapat meredakan gejala seperti batuk yang tidak kunjung sembuh, sakit perut, mulas, dan kesulitan menelan.
Ranitidine termasuk dalam kelas obat yang dikenal sebagai antagonis reseptor histamin, yang berfungsi menghambat reseptor histamin di lambung.
Apakah benar ranitidine ditarik BPOM?
Ranitidine adalah salah satu obat yang telah lama mendapat izin edar sejak 1989. Obat ini hadir dalam bentuk tablet, injeksi dan sirup. Namun pada 4 Oktober 2019, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menginstruksikan penarikan sejumlah produk obat ranitidine.
Dalam keterangan resminya, ranitidine ditarik BPOM sehubung dengan tindak lanjut dari peringatan US Food and Drug Administration (US FDA) dan juga European Medicine Agency (EMA).
Kedua lembaga tersebut mengeluarkan peringatan tentang adanya temuan cemaran NDMA yang relatif kecil pada sampel produk obat yang mengandung bahan aktif ranitidine. NDMA atau N-Nitrosodimethylamine adalah zat Nitrosamin yang dapat terbentuk secara alami.
Dalam keterangan terdapat lima ranitidine ditarik BPOM. Tidak hanya itu BPOM juga sempat menerbitkan informasi awal bagi Tenaga Kesehatan Profesional pada 17 September 2019 untuk berhati-hati dalam meresepkan obat ranitidine yang tercemar NDMA.
Penyebab ranitidine ditarik BPOM
FDA US dalam keterangan resminya pada 13 September 2019 lalu, menyebutkan adanya kandungan NDMA dalam level yang rendah di beberapa obat ranitidine termasuk Zantac.
NDMA diklasifikasikan sebagai zat yang mungkin menjadi karsinogen, yang dapat memicu kanker pada manusia. Dalam ambang batas yang dianjurkan, NDMA sebenarnya tidaklah berbahaya.
Penelitian global memutuskan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari. Melebihi dari itu, zat ini bisa menjadi karsinogen terutama jika dikonsumsi terus menerus.
Ranitidine kembali diizinkan BPOM
Setelah melakukan kajian risiko dan pengujian laboratorium terhadap cemaran NDMA dalam produk ranitidine. Pada 21 November 2019, BPOM menginformasikan bahwa ranitidine diizinkan untuk diedarkan kembali ke pasaran.
Risiko kanker karena obat ini terbilang relatif rendah dan kandungan NDMA dalam ranitidine masih aman. Namun, BPOM akan secara paralel melakukan kajian risiko melalui pengambilan dan pengujian sampel terhadap bahan baku dan produk ranitidine.
Tapi tidak semua ranitidine ditarik BPOM bisa kembali diedarkan, secara keseluruhan, BPOM melampirkan obat ranitidine yang diperbolehkan kembali untuk beredar. Di luar daripada itu termasuk dalam ranitidine ditarik BPOM.
Efek samping ranitidine
Bagi sebagian orang, obat ranitidine mungkin akan membuat kamu merasa kantuk. Tapi mungkin juga kamu akan merasakan efek samping ringan lainnya yang umum dialami, seperti:
- Sakit kepala.
- Sembelit.
- Diare.
- Mual dan muntah.
- Perut terasa sakit.
Efek ini terbilang ringan dan dapat hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari. Namun, bila efek samping tidak juga membaik, dan semakin parah, segeralah menghubungi dokter.
Selain efek samping ringan, beberapa orang juga bisa mengalami efek samping serius dari penggunaan obat ranitidine, meliputi:
- Peradangan hati.
- Perubahan fungsi otak.
- Denyut jantung tidak normal.
Cara konsumsi ranitidine dengan benar
Ranitidine tidak cocok untuk semua orang, sebelum kamu menggunakan obat ini, tidak ada salahnya untuk memberitahu dokter atau apoteker jika kamu pernah mengalami hal-hal berikut ini:
- Pernah mengalami reaksi alergi terhadap ranitidine.
- Memiliki masalah ginjal.
- Intoleransi terhadap, atau tidak dapat menyerap, beberapa gula seperti fruktosa.
- Menderita fenilketonuria.
- Sedang menjalani prosedur endoskopi.
Biasanya obat ini dikonsumsi 2 kali dalam sehari, 1 dosis di pagi hari dan 1 dosis di malam hari. Tapi ada juga yang hanya perlu minum ranitidine sekali sehari, sebelum tidur. Semua tergantung pada instruksi yang diberikan oleh dokter dan apoteker.
Kamu bisa mengonsumsi obat ini setelah atau sesudah makan. Usahakan untuk mengonsumsi obat ini pada jam yang sama setiap harinya. Selama penggunaan ranitidine, kamu harus menghindari makanan pedas, alkohol, coklat, kopi, tomat karena dapat mengurangi efektivitas dari obat.
Ingat untuk selalu membaca dan mengikuti instruksi yang diberikan sebelum kamu mengonsumsi ranitidine agar kamu tidak mengalami efek samping.
Pastikan untuk mengecek kesehatan Anda dan keluarga secara rutin melalui Good Doctor dalam layanan 24/7. Jaga kesehatan Anda dan keluarga dengan konsultasi rutin bersama mitra dokter kami. Download aplikasi Good Doctor sekarang, klik link ini, ya!